UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Bali Sahkan APBD 2026 Defisit Rp834 Miliar, Prioritaskan Regulasi Strategis dan Perlindungan Disabilitas

Pengesahan Raperda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana Tahun Anggaran 2026 dalam Rapat Paripurna ke-12 dan ke-13 pada Senin (17/11) di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar. (Foto: Istimewa) 

DENPASAR, LIPUTANINFOWARGA.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali secara resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana Tahun Anggaran 2026 menjadi Peraturan Daerah (Perda). Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-12 dan ke-13 yang bertempat di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, pada Senin, 17 November 2025.

Keputusan penting yang diambil adalah pengesahan APBD 2026, yang menunjukkan postur anggaran daerah memiliki Pendapatan sebesar Rp6,33 triliun dan Belanja mencapai Rp7,16 triliun. Hal ini menghasilkan defisit anggaran sebesar Rp834,37 miliar.

Selain itu, Gubernur Bali, Wayan Koster, memaparkan dan memprioritaskan tiga Raperda strategis yang akan menjadi fokus pembangunan pada tahun 2026:
* Raperda Perlindungan Sempadan Pantai.
* Raperda Pendirian Perumda Kerta Bhawana Sanjiwani (untuk penguatan layanan air bersih).
* Raperda Perubahan Nomenklatur Dinas Pariwisata menjadi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Di sisi lain, DPRD melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) juga mengajukan Raperda Inisiatif tentang Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas sebagai penyempurnaan dari regulasi yang sudah ada.

Proses pengesahan dan penetapan prioritas ini melibatkan eksekutif, diwakili oleh Gubernur Bali Wayan Koster, dan legislatif, yang diwakili oleh DPRD Bali. Koster berperan memastikan APBD defisit dapat berjalan karena ditutupi oleh Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun 2025 dan menjamin regulasi strategis fokus pada perlindungan ruang adat/sakral, lingkungan, layanan publik, serta daya saing ekonomi.

Defisit anggaran dipastikan aman karena ditutup dari alokasi SiLPA 2025, yang menunjukkan upaya menjaga keberlanjutan program pembangunan di tengah keterbatasan fiskal. Tiga Raperda strategis Gubernur dinilai penting untuk melindungi ruang adat dan sakral (Sempadan Pantai), memperkuat pengelolaan lingkungan dan layanan publik (Air Bersih), dan mendorong daya saing serta pengakuan sektor ekonomi kreatif Bali.

Sementara itu, Raperda inisiatif DPRD tentang Disabilitas menekankan komitmen politik daerah untuk mewujudkan pembangunan yang lebih inklusif, memperkuat kearifan lokal, dan memastikan penyiapan sanksi bagi diskriminator, mencakup 17 ruang lingkup layanan.

APBD 2026 disahkan melalui mekanisme Rapat Paripurna DPRD. Gubernur Koster menyatakan segera mengirimkan Perda APBD yang telah disahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dievaluasi agar dapat diberlakukan tepat waktu.

DPRD, selain mengesahkan, turut memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi. Rekomendasi tersebut meliputi penguatan pendapatan daerah, penyelesaian persoalan sampah dan kemacetan, serta peningkatan pengawasan tata ruang dan aset daerah. Rekomendasi ini menunjukkan fungsi pengawasan legislatif terhadap kinerja dan tantangan Pemprov Bali.

Pengesahan APBD Semesta Berencana 2026 yang defisit menunjukkan dilema fiskal yang dihadapi pemerintah daerah: kebutuhan untuk membiayai program strategis pembangunan yang terus meningkat berhadapan dengan keterbatasan sumber pendapatan daerah. Keputusan untuk menutup defisit dengan SiLPA 2025 menggarisbawahi pentingnya manajemen kas yang efisien di tahun sebelumnya, sekaligus menjadi indikasi bahwa proyeksi pendapatan 2026 belum sepenuhnya mampu menopang ambisi belanja daerah.

Secara politik, keberadaan tiga Raperda prioritas yang diajukan Gubernur Koster mencerminkan upaya penguatan landasan kultural dan ekonomi Bali. Regulasi perlindungan Sempadan Pantai adalah langkah politik konservatif yang bertujuan menjaga integritas wilayah sakral dan adat dari ekspansi komersial yang tidak terkontrol. Perubahan nomenklatur Dinas Pariwisata menjadi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merupakan pengakuan politik atas sektor Ekonomi Kreatif sebagai mesin pertumbuhan baru yang perlu diintegrasikan dan didukung secara kelembagaan.

Di sisi lain, inisiatif DPRD untuk Raperda Disabilitas menegaskan komitmen politik inklusif yang menjadi bagian dari agenda pembangunan yang berorientasi pada HAM. Penekanan pada sanksi bagi pelaku diskriminasi menunjukkan upaya serius dalam penegakan hukum dan perlindungan kelompok rentan, menandakan check and balance antara legislatif dan eksekutif dalam mendorong agenda sosial yang lebih adil. Rekomendasi DPRD mengenai sampah, kemacetan, dan pengawasan aset menjadi indikator isu-isu yang mendesak dan menjadi perhatian publik yang harus segera direspons oleh Pemprov Bali. (*)